Kemacetan
seharusnya bukan sesuatu yang wajar. Tapi, karena hal itu terus menerus
terjadi, masyarakat seakan nrimo dan
mau tak mau pasrah menghadapi kemacetan. Padahal sih, gondok juga kalau harus duduk berjam – jam di dalam mobil.
Ungkapan “tua di jalan” yang sering terlontar dari mulut para pengendara
ternyata ada benarnya. Gara – gara macet, menurut data Ditlantas Polda Metro
Jaya, dalam setahun warga Jabodetabek hidup di jalan selama 1 bulan, dihitung
dari 60 jam per bulannya hasil bermacet – macetan ria. Jika dibandingkan dengan
8 jam kerja efektif per hari, maka 720 hari dibagi 8 jam kerja hasilnya setara
dengan tiga bulan hari kerja.
Bukan
warga Jakarta namanya kalau belum kena sindrom Pamer Paha di jalanan, alias
Padat Merayap Tanpa Harapan. Jumlah kendaraan motor di tahun 2012 saja
diperkirakan mencapai lima belas juta unit, tentu tidak sebanding dengan
kapasitas jalan yang ada. Otomatis kemacetan parah tidak dapat dihindari. Hal
serupa juga dialami oleh Rudyanto Linggar setiap berangkat kerja dari Karawaci
menuju Cakung. Puncaknya di tahun 2005 saat ia bersama ratusan pengguna jalan
lainnya sedang “menikmati” panas dan macetnya jalan tol Jakarta – Merak, muncul
sebuah gagasan untuk membuat sedikit perubahan positif.
“Banyak
mobil yang masih dikendarai sendiri – sendiri. Sebenarnya kemacetan bisa
dikurangi, asalkan dua mobil jadi satu mobil.” Papar Rudy, panggilan akrab
Rudyanto, saat ditemui di kantornya di Ruko Lippo Village.
Rudy
kemudian mulai mengajak teman dan keluarganya yang tujuannya satu arah untuk nebeng di mobilnya. Berawal dari
rutinitas ini, pada 28 September 2005, ia bersama istri dan seorang rekannya
meluncurkan nebeng.com sebagai sarana
komunikasi yang memfasilitasi kebutuhan para pengguna jalan. Di nebeng.com, mereka dapat mencari teman
seperjuangan untuk berangkat ke tujuan. Pria kelahiran Malang, 30 Januari 1974
itu lebih lanjut mengatakan, tujuan diluncurkan website tersebut sebenarnya simple. Ia ingin membantu warga untuk
menghemat ongkos bensin sekaligus berkontribusi untuk mengurangi kemacetan yang
nggak ada habisnya di ibu kota dan
kota – kota sekitarnya. Apalagi pada waktu itu pemerintah akan mulai
memberlakukan kenaikan harga BBM dua kali lipat, dari Rp 2.400 menjadi Rp 4.500
per liternya. Lantas, situs tersebut mendapat respon yang luarbiasa. Hanya
dalam waktu sebulan setelah nebeng.com
beroperasi, sekitar dua ribu orang telah mendaftar keanggotaan.
Pria yang
juga memiliki usaha di bidang software
komputer mengaku, sebagai pengelola situs nebeng.com dirinya hanya berperan sebagai
biro jodoh, mempertemukan penebeng dan pemberi tebengan. Tapi tidak bisa
sembarangan untuk tebeng menebeng di komunitas ini. Berbeda dengan taksi gelap
atau joki three – in – one yang beredar di jalanan, komunitas yang menggelar
“kopi darat” setiap satu tahun sekali ini menawarkan keamanan dan kenyamanan. “Di
sana (nebeng.com, -red) mereka harus
mengisi informasi pribadi yang valid beserta nomor telepon atau email yang
masih aktif. Lalu, tim kami akan melakukan verifikasi lebih lanjut dengan cara
mengecek ke kantor atau menelepon ke rumah yang bersangkutan, apakah si orang
ini benar – benar ‘ada’.” Ungkapnya. Dibanding
menggunakan joki – joki cabutan yang tidak jelas asal usulnya, dengan verifikasi
dan akun profil layaknya facebook memungkinkan para anggota untuk saling
mengenal terlebih dahulu sebelum menebeng. Selain itu, bagi para pemberi
tebengan wajib hukumnya untuk menjelaskan kondisi kendaraan mereka, apakah
bebas atau dilarang merokok, ladies only,
kebersihan, dan juga kapasitasnya. Dengan demikian para penebeng dapat mencari
dan memilih tebengan sesuai dengan kebutuhan masing – masing.
“Urusan
tarif dan tempat pertemuan tergantung pada kesepakatan di antara mereka, kalau
sudah menemukan yang sejalur (arah tujuan).” Kata anak kedua dari lima
bersaudara tersebut. Rudy kemudian mengutarakan bahwa ia memprakarsai
berdirinya komunitas ini adalah agar bersama – sama menghemat pengeluaran, yang
kemudian diharapkan dapat dialokasikan kepada kebutuhan sehari – hari lainnya. Idenya, pemberi tebengan dan penebeng patungan untuk ngisi bensin. Tetapi tidak jarang ditemukan kasus, penebeng
mentraktir si empunya mobil atau bahkan nebeng secara cuma – cuma. Rudy benar –
benar menyerahkan semuanya kepada orang yang bersangkutan.
Banyak
cerita menarik dari komunitas yang pada awalnya eksis hanya lewat email dan
milis ini. Frekuensi waktu bertemu yang cukup rutin antara penebeng dan yang
ditebengin membuat mereka menambah teman baru, malah kalau beruntung, jadi rekan bisnis. Sylvia, istri Rudy,
menambahkan, pembicaraan yang awalnya cuma basa – basi biar nggak “garing” di jalan tanpa disadari
berlanjut ke hal – hal yang pribadi. Curhat masalah kantor, sehari - hari,
bahkan problem rumah tangga kerap terlontar begitu saja tanpa tedeng aling
aling, demi membunuh suntuk menunggu sampai di tujuan.
“Ya kita
sih yang nyetir, sambil dengerin mereka curhat. Paling iya – iya aja. Hahaha…
Daripada dibawa ngantuk di jalan kan?” Sambungnya.
Dari yang
awalnya “hanya” beranggotakan 2.000 orang, kini nebeng.com tercatat memiliki 47 ribu anggota yang mayoritas
bermukim di Jabodetabek, Bandung, sampai Surabaya, dengan jumlah penebeng
mencapai 28 ribu dan pemberi tebengan sekitar 19 ribu orang. Dengan perkiraan
para penebeng menggunakan mobil pribadi yang menghabiskan lima liter bensin
dalam sehari, Komunitas Nebeng telah ikut berkontribusi dalam menghemat 140
ribu liter BBM per hari. Berkurang pula jumlah kendaraan yang sibuk lalu lalang
di jalanan, sekitar 28 ribu per hari. Rencana ke depannya, ulas Rudy, ia
menginginkan komunitas ini berkembang di seluruh Indonesia dan memiliki kapasitas
hosting yang lebih besar untuk
situsnya agar dapat beroperasi selayaknya Facebook yang lebih cepat dan mudah
diakses oleh semua orang. (Ajeng Quamila)