Kata cokelat diambil dari dari bahasa suku Maya, Chocol'ha yang berarti “to drink chocolate together.” Lebih dari 2000 tahun yang lalu, suku Maya dan Aztec menggunakan biji kakao (bahan dasar coklat) sebagai mata uang, bahan masakan, atau untuk ditanam kembali. Cokelat yang biasa dipakai orang sebagai simbol cinta ini pernah menjadi menu makanan paling mahal bagi kaum bangsawan di abad ke-16 pada zaman kedudukan Spanyol di Eropa. Tahun 1800-an, Milton Hershey mendirikan pabrik coklat terbesar di Penssylvania, Amerika. Di Indonesia sendiri, biji kakao dibawa oleh orang-orang Belanda pada zaman penjajahan di tahun 1700-an, dan sampai saat ini produk cokelat telah menyebar di seluruh kawasan Indonesia, serta dinikmati oleh berbagai macam kalangan.
|
biji kakao |
Produksi pembuatan biji kakao hingga menjadi cokelat tidak hanya terjadi di Amerika, Swiss, dan Belanda. Indonesia ternyata juga menjadi negara penyumbang produksi coklat dengan kualitas yang tidak kalah hebat dengan produk import, seperti Cadburry, Hershey, Ferrero Rocher, dan merk terkenal lainnya. Salah satu perusahaan dalam negeri yang mampu memproduksi dan mengekspor hasil produksi cokelat hingga menjadi go international adalah PT. Wahana Interfood Nusantara. Perusahaan yang bergerak di bidang food industry ini pada awalnya hanya industri rumah tangga dengan hanya bermodal satu mesin penggiling biji kakao di tahun 2003. Delapan tahun kemudian, perusahaan mampu membangun pabrik besar di daerah Sumber Sari, Bandung dan mempekerjakan karyawan lebih dari 100 orang.
Tembok berwarna putih dengan pagar setinggi hampir tiga meter menutupi seluruh bagian depan bangunan seluas hampir 2000 meter persegi. Dari luar, bangunan ini tidak terlalu menarik, namun yang mengundang perhatian panca indera adalah bau khas coklat yang telah menyebar dari depan pintu hingga ke dalam area pabrik. Saat mulai memasuki pabrik, rasanya seperti memasuki pabrik coklat seperti di dalam film Hollywood “Charlie and The Chocolate Factory.” Jika di film, anak-anak yang mendapatkan golden ticket disambut dengan sajian panggung boneka dan sapaan ramah Charlie si pemilik pabrik coklat, maka disini sapaan agak ramah dari penjaga berbaju hitam yang disebut security. Jangan membayangkan pabrik ini dihiasi dengan pohon-pohon permen, taman buah-buahan, air mancur, atau kolam renang coklat. Sebaliknya, setiap ruangan dipenuhi oleh mesin-mesin dengan bobot lebih dari satu ton, pekerja yang berlalu-lalang, dan kardus yang bertumpuk-tumpuk di gudang, namun kegiatan produksi coklat sesungguhnya ada disini.
Cokelat berasal dari buah kakao yang telah dikupas dan diambil bijinya dari buah Kakao. Sebelum biji-biji dikirim ke tempat produksi, biji-biji berwarna putih dan berlendir di fermentasi dan dikeringkan selama beberapa hari hingga berubah warna menjadi cokelat tua. Dari Indonesia, Perusahaan yang dikenal memiliki produk cokelat bermerk Schoko ini membeli biji-biji dari petani yang berada di daerah Purwakarta, Makassar, dan Padang. “Kami mengambil dari tiga daerah itu karena melihat cara penanaman petaninya. Dari seluruh kawasan perkebunan kakao di Indonesia, Purwakarta, Padang, dan Makassar lah yang paling baik penanamannya karena mempengaruhi juga kualitas biji-bijinya,” kata Reynald, managing director PT Wahana Interfood Nusantara. Dari luar Indonesia, perusahaan yang memiliki omset 30 miliar per bulan ini mengimpor biji-biji cokelat dari Ghana, Afrika.
|
petugas pabrik mengontrol alat press kakao |
“Proses pertama pembuatan cokelat adalah memasukkan biji-biji kakao dari berbagai wilayah ke dalam mesin roasting untuk dipisahkan dari segala kotoran dan debu”, kata Irma, kepala pabrik PT Wahana Interfood. Hal ini juga bertujuan untuk mengembangkan karakteristik rasa coklat. Proses ini memakan waktu ½ hingga dua jam dengan temperatur panas yang sangat tinggi. Selama proses roasting, aroma dari biji-biji kakao akan muncul dan warnanya menjadi lebih tua. Setelah diroasting atau dipanggang, biji-biji dimasukkan ke dalam mesin lainnya untuk melalui proses Greending, yaitu proses penghancuran biji-biji menjadi bentuk yang lebih halus. Biji yang telah menjadi seperti serbuk-serbuk kayu itu kemudian di dihancurkan kembali dengan menggunakan mesin Press. Mesin ini akan menggiling dan menumbuk cokelat yang berbentuk serpihan-serpihan menjadi pasta yang disebut Cocoa Liquor. Cocoa liquor berbentuk seperti lumpur berwarna cokelat dan dimanfaatkan untuk cocoa butter, cocoa powder, dan coklat beku yang dicetak atau dipadatkan.
Untuk pembuatan Cocoa Powder, Cocoa Liquor dipress menggunakan mesin setinggi dada orang dewasa dengan dua roda besi yang berdekatan satu sama lain. Cocoa Liquor perlahan-lahan dimasukkan dan kedua roda yang berputar sangat cepat itu akan mengubah cairan kental tersebut menjadi bubuk. Biasanya bubuk ini berguna untuk minuman atau bahan-bahan kue. Bubuk minuman akan dicampur dengan gula dan susu agar menambah rasa saat dinikmati oleh konsumen. Sedangkan kandungan minyak yang terkandung di dalam biji Kakao dimanfaatkan untuk cocoa butter.
|
Gudang PT Wahana Interfood |
Proses pembuatan cokelat padat tentu berbeda dengan coklat bubuk. Cocoa Liquor harus melalui proses penghalusan dan pendinginan. Cocoa Liquor dengan lemak jenuh tinggi atau yang disebut compound dihaluskan oleh mesin besar dengan pisau bermata tajam yang berputar. Hasil akhirnya adalah cokelat halus dan berwarna lebih muda. Cokelat yang keluar dari mesin akan bersuhu 40°C, lalu dituang ke dalam cetakan, dan didiamkan hingga suhunya menjadi 33°C. Selanjutnya cokelat yang telah ada di cetakan disimpan di mesin pendingin atau cooling tunnel, karena bentuknya yang seperti terowongan kecil. Suhu akhir menjadi 5°-11° C. “Proses penurunan suhu dimaksudkan agar cokelat dapat mengeras dengan baik dan tidak cepat meleleh,” kata wanita bertubuh kecil dan berjilbab yang sangat lincah dan teliti dalam mengawasi pekerja dan mesin-mesin pabrik ini. Tahap terakhir dari proses produksi cokelat adalah packaging dan distribusi. Hasil produk dari PT Wahana telah didistribusikan ke berbagai wilayah di Indonesia, seperti Jabodetabek, jawa timur, jawa barat, bahkan sampai ke wilayah Asia Tenggara, Amerika dan Spanyol.
Perusahaan milik anak negeri seperti PT Wahana Interfood Nusantara adalah satu contoh dari sekian banyak kemajuan produk Indonesia yang mampu bersaing dengan produk-produk import asal Amerika atau Eropa. Ternyata cokelat produksi lokal pun mampu menghasilkan produk kualitas berstandar internasional. (Retna)