“Taka taka taka dong… Taka taka taka dong… Toki gong
sambil menari, tiup suling sambil menyanyi… menyanyi angkat syukur.. angkat
syukur puji Tuhan..haleluya…!”
“Taka” merupakan tiruan
bunyi Tifa, sebuah instrumen musik khas daerah Ambon. “Dong” diambil dari
tiruan bunyi gong. Dua tiruan bunyi itu kemudian disisipkan ke dalam lirik lagu
dengan aransemen acapella oleh
Christian Izaak Tamalea. Ia menciptakan lagu ini memang untuk dinyanyikan dalam
paduan suara. Lagu inilah yang sempat dinyanyikan oleh Universitas Pelita
Harapan (UPH) Choir di panggung UPH Awards 6 pada 24 September 2012.
Dalam
pertunjukan kali ini UPH Choir tampil dengan enam puluh lebih penyanyi dan
diiringi seorang pemain piano di bawah konduksi Tutu Sukendro sebagai
konduktor. Penampilan mereka manis meskipun beberapa anggota sudah sempat
tertidur sambil menunggu giliran tampil. Para penyanyi wanita dibalut dress hitam dan para pria rapi
mengenakan setelan hitam ditambah dasi kupu nangkring di leher. Lampu ruangan menjadi redup dan lampu sorot langsung
terarah kepada mereka. Hitungan dimulai dan mereka mulai menyanyi. Penonton
merasa mendapat suntikan tenaga untuk menonton UPH Awards sampai selesai.
Mereka terpukau dan tersihir oleh lagu yang baru saja mereka dengar. Lagu “Toki
Gong Sambil Menari, Haleluya” berhasil membuat penonton bilang “wow!” tanpa diminta.
UPH
Choir merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dari Universitas Pelita
Harapan. UKM ini dibentuk oleh
Tutu Sukendro sejak 2005. UPH Choir dibentuk dengan misi sebagai UKM untuk
menyalurkan bakat menyanyi dan memuliakan Tuhan. Komitmen menjadi hal yang penting
bagi Tutu. “Kemampuan bernyanyi bisa dilatih, tapi komitmen untuk datang dan
ikut latihan itu muncul dari diri sendiri.”, itulah komentar Tutu mengenai
komitmen anggota UPH Choir yang sudah punya 76 anggota sekarang.
Malam itu UPH Choir
berhasil memenangi penghargaan Outstanding
Achievement of the Year. Penghargaan ini diberikan karena mereka berhasil menggondol empat trophy setelah ikut serta dalam International Choral Competition 2012 di
Beijing, China. Sebuah piala emas untuk kategori female choir, perak untuk male
choir, perunggu untuk mixed choir,
dan sebuah piala penghargaan untuk peace
and friendship choir.
Namanya Suarta, sore
ini rambutnya tersisir rapi ke samping. Pakaiannya juga rapi, kemeja dan celana
panjang. Jaket merah putih yang menemaninya waktu ke Beijing juga ia bawa.
Logat asli Nias masih terdengar sangat kental di sela kata-katanya. Suarta
memang salah satu anggota UPH Choir yang ikut ke Beijing, Juli 2012 lalu. Kali
itu 36 anggota UPH Choir, berserta Tutu Sukendro, dan Grace berangkat ke
Beijing. Kalau Tutu Sukendro adalah konduktor UPH Choir, Grace bertanggung
jawab memperindah penampilan UPH Choir. Grace adalah koreografer untuk UPH
Choir. Ya, tidak hanya menyanyi, mereka juga dituntut untuk bisa menari sambil
tetap memertahankan vokal mereka. Mereka menyanyi dan menari dengan balutan make up, baju tradisional, atau kostum-kostum
lainnya. UPH Choir menyiapkan beberapa lagu klasik dan lagu daerah untuk ikut
dalam kompetisi itu. “Kami latihan ribuan jam. Setiap hari dari jam tiga sore
sampai kira-kira jam sepuluh atau sebelas malam. Itu kami lakukan mulai dari
hari Senin sampai hari Sabtu.”, kata Suarta sambil mengingat. “Awalnya kami
hanya latihan setiap Hari Senin dan Rabu selama dua sampai dua setengah jam.
Semakin mendekat hari keberangkatan jam latihan kami juga ditingkatkan. Dua
minggu terakhir kami tidak lagi berlatih vokal, tapi Pak Tutu lebih melatih
mental kami..” Suaranya berat dan bulat, enak didengar. Mungkin dari lahir tangisnya
saja sudah do re mi, sampai-sampai sekarang menyanyi sudah bukan hal yang sulit
untuk Suarta. “Kami diajak menyanyi di pinggir jalan di daerah Serpong.
Berjalan sebentar, lalu kami nenyanyi satu lagu, jalan lagi sebentar, kami
berhenti dan menyanyi lagi. Begitu terus..” Selain diminta menyanyi di pinggir
jalan, mereka juga sempat digilir menyanyi satu-satu di depan temannya yang
lain. Di dalam ruangan, mereka menyanyi 1 dibanding 35. Teman yang lain
bertugas meneliti penampilan mereka dan memberi komentar. Di situ Suarta
benar-benar merasa terbantu dalam melatih mental.
UPH Choir memutuskan
ikut kompetisi ke Beijing dengan harapan mereka bisa mengukur kualitas mereka di luar UPH, di tingkat
internasional. “Kalau di UPH, karena cuma ada satu choir, tentu kami tampak paling baik. Tapi kami belum tahu kalau di
luar sana seberapa kualitas kami.”, ujar Suarta. Suarta sendiri di UPH Choir
mengambil posisi tenor, selain itu
Suarta bertugas menyiapkan perlengkapan UPH Choir. Tapi ketika ke Beijing
kemarin, Suarta medapat posisi sekretaris. Urusan surat menyurat ada di
tangannya. Make up mereka juga ada
sendiri yang urus, kostum, perlengkapan, semua ada penanggung jawabnya sendiri.
Suarta juga sempat
menceritakan pengalamannya selama persiapan dan proses menuju International Choral Competition 2012.
Selain latihan, pengalaman mencari dana juga berkesan buat Suarta. Dia dan 36
teman yang lain bergantian menjaga stand,
mengajukan proposal, menjual 3 CD album hasil rekaman mereka, dan usaha
kecil lain supaya mendapat tambahan biaya. Memang banyak waktu yang terpakai
untuk persiapan ini, tapi Suarta sama sekali tidak menyesal. Sampai-sampai
keinginan untuk pulang ke Nias pun ia relakan terbang, seperti kantong plastik
terbang dibawa angin kalau kata Katy Perry. Ujung-ujungnya Suarta naik bus ke
Surabaya, bertemu orang tua dan om, tantenya di sana. 16 jam perjalanan hanya
terbalas dengan sehari jalan-jalan bersama keluarga. Besoknya Suarta sudah
harus terbang ke Jakarta untuk ikut latihan dan persiapan lagi.
Pengalaman kompetisi
di Beijing juga “memaksa” Suarta dan 35 temannya untuk bisa merias wajah
masing-masing. Sebelum tampil mereka harus merias wajah supaya tidak pucat.
Mereka juga harus bisa memperbaiki baju dan kostum mereka, menjahit juga jadi
kemampuan tambahan buat mereka.
Setelah semua rangkaian kompetisi selesai semua peserta diajak pergi ke
Tembok China. Di sana tiba-tiba tim UPH Choir diberi kabar bahwa mereka
mendapat kesempatan tampil pada acara penutupan. Suarta memaparkan satu cerita
lagi. Pada penampilan terkahir, semua cat poster yang mereka bawa dari
Indonesia sudah mereka habiskan. Mereka tidak menyangka akan dipanggil untuk
tampil pada penutupan acara. Akhirnya mereka pun beli cat karakter seadanya dan
segera mereka pakai di badan, ternyata cat itu membuat mereka gatal-gatal. Sebelum mereka menyanyi, pengumuman
pemenang dibacakan. Tutu Sukendro menangis sambil memegang 4 piala yang mereka dapat.
Semua ikut menangis dan terharu. Baru setelah pengumuman mereka tampil untuk
menutup acara. Dengan suara yang sudah habis, tenaga sisa, dan badan
gatal, mereka berusaha untuk
menyanyi sebaik mungkin. Di kompetisi itu, ternyata ada satu grup lagi dari
Indonesia, grup senior choir dari PT.
PLN yang didampingi Nafsih Sabri, istri dari Dahlan Iskan (menteri BUMN). Tim senior choir dari Kupang bersorak
menyemangati mereka. “Senang dan bangga sekali rasanya, nama Indonesia
disorakkan untuk menyemangati kami. Bangga juga bisa bawa nama Indonesia..”,
ujar Suarta.
Pengalaman ini
sangat berkesan bagi Suarta. Latihan setiap hari membantu dia mengenal teman
sesama tim, bertumbuh tidak hanya pada tehnik vokal tapi juga secara rohani. Fellowship yang mereka ikuti selama
persiapan kompetisi ternyata membangun kerohanian mereka. “Pak Tutu nggak cuma
melatih, melihat yang salah, menegur, tapi juga melihat tingkah laku dan
pertumbuhan kami. Bukan cuma nyanyi, tapi juga spiritual. Ada relationship yang
dibangun.”, katanya.
Suarta yang sudah
terbiasa nyanyi dari umur 10 tahun, sudah terbiasa ikut kompetisi tingkat kota,
tingkat kabupaten, terbiasa menyambar piala juara 1, 2, 3. Dia sangat senang
bisa bergabung dengan UPH Choir. Di UPH Choir Suarta menemukan sebuah komunitas
untuk bisa bernyanyi bersama, dengan pelatih yang memimpin dengan konsep fathering, latihan yang selalu
menunjukkan kemajuan, dan sekaligus bisa menambah teman. Bergabung dengan UPH
Choir sudah menjadi impian Suarta sejak pertama kali mereka tampil pada saat
UPH Festival 18. Seperti love at first
sight. “Rasanya seperti ingin maju, mendekat ke mereka.. (Penampilan) itu
keren sekali... Hari Senin pertama, langsung datang ikut UPH Choir, meskipun
belum audisi.”, katanya sambil nyengir usil.
No comments:
Post a Comment